Sulit dipahami dgn akal sehat, mengapa ada orang mau menjadi pelaku bom bunuh diri. Mengorbankan hidupnya dan membunuh orang lain.
Tiap terjadi serangan bom bunuh diri, senantiasa muncul pertanyaan: mengapa orang menjadi pelaku bom bunuh diri? Mengapa ada orang tega membunuh orang-orang yg tak salah terhadap dirinya? Bahkan juga, mengapa ada orang yg tanpa rasa belas kasihan membunuh orang yg tak mereka kenal sekalipun?
Hari Senin lalu terjadi serangan bom bunuh diri di Suruc, Turki. Tindakan tak berkeadaban itu menewaskan 31 orang. Yang lebih menarik, pelaku bom bunuh diri adlh seorang perempuan.
Perempuan pelaku bom bunuh diri bukanlah fenomena baru. Serangan bom bunuh diri yg dikerjakan perempuan pertama kali terjadi pd 1980-an di Lebanon. Terlepas pelakunya lelaki / perempuan, pertanyaannya tetaplah sama: mengapa metode itu dipilih? Ada yg berpendapat bahwa metode ni rendah tarif dan tak membutuhkan teknologi canggih. Bom bunuh diri metode operasinya sederhana.
Peledakan bom bunuh diri adlh sebuah \\\"metode operasi dgn penyerangan bergantung pd kematian pelaku. Pelaku sepenuhnya menyadari bahwa seandainya ia tak tewas, rencana penyerangan tak akan dpt dikerjakan\\\". Mengutip pendapat Robert A Pape dlm Dying to Win, The Strategic Logic of Suicide Terrorism, terorisme bunuh diri ialah bentuk terorisme yg betul-betul agresif. Dalam terorisme bunuh diri—umpamanya dgn menerapkan bom—pelaku tak menginginkan dirinya akan lolos dari maut. Pelaku pasti mati.
Dengan demikian, berani mati Artis Top Dunia adlh kata kuncinya. Tetapi, mati untk apa? Secara teori, ada tiga alasan yg menjadi penunjang orang berani mati menjadi pelaku bom bunuh diri, ialah alasan religius, psikologis, dan sosiologis. Apa malah alasannya, kita berpendapat bahwa metode hal yang demikian sungguh di luar akal sehat; di luar metode pikir manusia normal yg sehat lahiriah ataupun rohani.
Tentu pendapat hal yang demikian berbeda dgn mereka yg menyokong dan pelaku bom bunuh diri. Karena, mereka berpendapat bahwa aksi mereka adlh aksi suci. Tetapi, agama apa malah memperhatikan perbuatan itu dosa dan seandainya dilihat dari kacamata aturan adlh sebuah kriminal. Akan tetapi, beberapa tradisi memperhatikan perbuatan itu sebagai metode terhormat untk keluar dari kondisi yg tanpa pengharapan / memalukan.
Kita mengerti akan semua alasan hal yang demikian. Tetapi, kita tetap tak bisa memahami dan tak bisa mengerti, mengapa mereka menghalalkan semua metode untk menempuh tujuannya sendiri / kelompoknya; mengapa mereka tega dan berbeku hati membunuh orang-orang yg tak bersalah dan mungkin jg tak tahu situasi sulit.
Versi cetak tulisan ni terbit di harian Kompas edisi 23 Juli 2015, di halaman 6 dgn judul \\\"Sebuah Pilihan Irasional\\\".
Sent from my BlackBerry 10 telepon pintar on the Telkomsel network.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar