Jumat, 07 Agustus 2015

Lebaran di Ambang Krisis (Yudi Latif)

Menjelang Idul Fitri, cuaca kebatinan yg terbit di relung jiwa bangsa ni wajib memancarkan optimisme kemenangan. Tetapi, berbagai petunjuk kelesuan perekonomian dan kerentanan politik yg tidak cepat tuntas membuat langit kejiwaan bangsa ni diselimuti mendung pesimisme.

Saat gema takbir berkumandang, kehidupan seperti Artis Top Dunia roller coaster yg berjumpalitan antara optimisme dan pesimisme. Antara fajar fitrah yg meneguhkan sikap hidup yg positif dan kegelapan bumi yg menebar bayang-bayang hidup yg negatif.

Dengan adanya prediksi akan kemungkinan kembalinya megakrisis, yg kita perlukan untk menyongsong langit harapan bukanlah suatu optimisme yg buta, namun suatu optimisme dgn mata terbuka (optimisme realistis).

Di satu sisi, kita wajib tetap menjaga sikap hidup yg positif karena pemikiran negatif tidak akan membawa kebaikan. Psikolog David D Burn mengingatkan bahwa depresi kejiwaan merupakan hasil pemikiran yg salah. Saat seseorang / suatu bangsa depresi oleh belenggu pesimisme, energi hidup dilumpuhkan oleh jeratan 4D-defeated (rasa pecundang), defective(rasa cacat), deserted (rasa ditinggalkan), dan deprived (rasa tercerabut)-yang dihayati sebagai kebenaran dan kenyataan sejati.

Lebaran menghadirkan optimisme yg lebar bahwa tiap-tiap krisis mengandung kesempatan pelajaran dan penyelesaian. Penyair Arab mengatakan, \\\"Alangkah banyak jalan keluar yg datang setelah kepahitan dan betapa banyak kegembiraan datang setelah kesulitan. Siapa yg berbaik sangka terhadap Pemilik Arasy akan memetik manisnya buah yg dipetik dari pohon berduri.\\\"

Di sisi lain, optimisme hal yang demikian haruslah bersifat realistis bahwa kegembiraan tidaklah datang dgn sendirinya tanpa dijemput, tanpa diusahakan dgn perjuangan. Dalam gundukan sampah persoalan yg dihadapi bangsa ketika ini, diperlukan persenyawaan jutaan titik embun untk dapat menjadi gelombang kesucian yg dapat menyucikan najis kekotoran yg melumuri jiwa kenegaraan.

Dalam kondisi demikian, kesucian Idul Fitri bukanlah sesuatu yg wajib diterima secara taken for granted. Kita tidak cukup menjadi suci (secara pribadi), namun yg lebih penting bagaimana kesucian itu dapat diaplikasikan untk menyucikan (negara). Tiap-tiap kata Aristoteles, \\\"Manusia baik belum tentu menjadi warga negara yg baik.\\\" Manusia baik cuma dapat menjadi warga negara baik bilamana negaranya jg baik. Karena, di dlm negara yg buruk, manusia yg baik dapat saja menjadi warga negara yg buruk.

Ibadah puasa dan bulan Ramadhan mestinya menjadi peristiwa mawas diri untk bertobat (kembali) ke jalan fitrah (kemurnian asal kita sebagai manusia dan bangsa). Gema takbir (pengagungan Yang) mengajak kita keluar dari kesempitan ke kelapangan jiwa. Dalam kebesaran Yang, tiap-tiap insan merupakan format ciptaannya yg paling total dgn kondisi awal yg sama-sama suci. Keyakinan akan kesahihan yg suci mengandaikan tiap-tiap orang memiliki sifat ketuhanan dgn lentera hanifnya yg menuntun ke jalan benar.RAD

Sebagai citra Yang, manusia seyogianya mengamati hidup secara positif dan optimistis. Tiap-tiap pribadi tidak tercipta sia-sia, namun orang-orang istimewa dgn misi kepahlawanannya sendiri-sendiri. Pertama-tama kita wajib berprasangka baik dgn desain penciptaan Yang karena Yang akan bereaksi cocok prasangka itu. Dalam hadis Qudsi diceritakan, \\\"Saya cocok perkiraan hamba-Ku terhadap-Ku, karenanya dia bebas berprasangka apa saja terhadap-Ku.\\\"

Prasangka baik pd Yang akan memaksimalkan sikap positif pd hidup dan sesama. Bahwa pemikiran dan tindakan baik tidak akan berbuah keburukan, seperti itu jg pemikiran dan tindakan buruk tidak akan berbuah kebajikan. Dalam ungkapan James Allen, \\\"Pemikiran mulia akan melahirkan pribadi mulia, pemikiran negatif akan melahirkan kemalangan.\\\"

Lebaran diinginkan membawa optimisme yg lebar setelah manusia berhasil via ujian berpuasa. Bahwa hidup bukanlah tanpa kesulitan dan ujian dan bahwa kemenangan hidup terletak pd keberhasilan mengarungi ujian. Dalam sebuah hadis dikatakan, \\\"Ketahuilah bahwa pertolongan itu ada bersama dgn kesabaran dan jalan keluar itu akan senantiasa beriringan dgn cobaan.\\\"

Prasangka baik akan melahirkan optimisme. Dalam sikap optimistis, tiap-tiap peristiwa adlh istimewa dan tiap-tiap hari adlh lebaran. Timbullah impian untk merebut hari ini, memberi makna bagi hidup dan berbagai kebahagiaan dgn sesama.

Cuma dgn jiwa optimistis manusia dapat mengemban misi kekhalifahan di muka bumi sebagai pemimpin yg wajib bertanggung jawab. Tiap-tiap sabda Nabi Muhammad, \\\"Tiap-tiap kamu pemimpin, dan tiap-tiap pemimpin pasti akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.\\\" Tanggung jawab kepemimpinan ni pd gilirannya tidak cuma menuntut perhatian keluar, lebih-lebih dahulu jg wajib menengok ke dalam, mengerjakan pembetulan dan asah diri.

Orang yg sadar dirinya akan memaha- mi Tuhannya. Orang yg memahami Tuhannya akan menyadari kerendahhatian dan cinta kasih-Nya bahwa kian besar bukan menjadi bahaya bagi yg lain, pun memberi ruang hidup bagi keragaman yg lain. Tiap-tiap keluasan langit yg kapabel memberi ruang bagi matahari, bulan, bintang, dan segala yg berkaitan dengannya.

Orang yg memahami Tuhannya jg akan menyadari keterbatasan dirinya. Adapun orang yg memahami keterbatasannya akan bersemangat belajar dan menghargai ketidakhadiran orang lain dlm rangka menggosok batu permata dirinya. Bahwa manusia senantiasa dlm progres menjadi dgn mengamati tiap-tiap peristiwa sebagai kebaruan yg wajib diisi dgn belajar dan bekerja untk menyempurnakan dirinya.

Dengan hati suci yg bertaut dgn gelombang pertobatan kolektif, kita hadapi hadangan krisis dgn kerja keras penuh tanggung jawab dan optimisme mata terbuka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar